Tanjungpinang Lelah, Wisata Harus Berbenah

Nama lelah ini di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan tak bertenaga. Tapi kalau menurut warga Tambelan lelah itu seperti penyakit asma. Untuk tulisan ini kita pakai arti KBBI yang bermakna tak bertenaga.

 

Oleh: Robby Patria

JIKA slogan wali kota saat ini “Tanjungpinang Berbenah”, bisa jadi ingin keluar dari situasi Tanjungpinang lelah. Namun sejak dilantik Februari 2025 belum menunjukkan jalan keluar.

Cara untuk keluar dari jebakan kota yang stagnasi bahkan cenderung menurun dengan menata RTRW sampai mengurangi jumlah mereka, minimnya Pendapatan Asli Daerah, menggabungkan dua SMP, turunnya kemampuan keuangan daerah akibat PAD minim adalah persoalan serius yang perlu disikapi walikota. Perlu strategi jitu untuk mengobati penyakit daerah. Faktor fiskal lagi-lagi penentu keberhasilan pembangunan daerah ini.

Jika ke depan semakin memburuk, maka leader-nya atau pemimpin harusnya segera mengambil tindakan penyelamatan sebelum kapal benar benar nyangkut ke karang. Kompas pembangunan harus terarah dan terukur. Rencana Pembangunan Jangka Menengah bukan hanya sebatas impian dan angka, tapi harus diwujudkan dengan melihat kemampuan keuangan daerah.

Setelah ditetapkan menjadi ibu kota Provinsi Kepulauan Riau tahun 2002 harapannya Tanjungpinang tumbuh maju seperti ibu kota provinsi lain.

Pasca jadi pusat pemerintahan tahun 2005 ketika Ismeth Abdullah memindahkan pusat pemerintahan dari Sekupang, Batam ke Tanjungpinang ternyata masih tertidur nyenyak.

Meminjam kantor bupati Kabupaten Kepulauan Riau yang pindah ke Kijang, Bintan Timur. Karena provinsi mau pindah ke Tanjungpinang, mereka menyingkir ke pesisir Bintan Timur sebelum akhirnya Bintan membangun ibukota baru di Bintan Buyu. Dan Kepulauan Riau membangun pusat pemerintahan di pulau kosong Dompak.

Dari 38 provinsi di Indonesia saat ini, pusat pemerintahannya berlari lebih cepat. Jika diibaratkan hewan, maka larinya seperti rusa. Bukan seperti gajah yang sekarang dijadikan lambang partai politik. Gajah memang besar tapi kalau soal lari atau kecepatan, tentu ketinggalan dengan rusa yang super cepat. Perlu taktik menjerat rusa hutan yang hidup bebas di belantata hutan Kecamatan Tambelan. Sesekali warga bisa menangkap rusa yang terkadang merusak tanaman warga.

BACA JUGA:  Ballerina dan Puisi Berdarah

Kembali ke soal Tanjungpinang, jika kita bandingkan, ibu kota provinsi lainnya di Indonesia, Tanjungpinang jauh ketinggalan. Dengan Jambi, Pekanbaru, Medan, Lampung, apalagi Semarang, atau Yogyakarta dan Bandung maupun Surabaya. Ibu kota provinsi tersebut menjadi motor penggerak ekonomi provinsi.

Sekelas ibu kota provinsi pusat perbelanjaan sejenis mal yang nyaman tidak tersedia. Bahkan untuk ke toko buku seperti Gramedia, kita harus ke Batam. Uniknya toko-toko jaringan ritel nasional model Indomaret, maupun Alfamart juga tidak ada. Dengan alasan akan mematikan usaha kecil di Tanjungpinang.

Padahal, di Pulau Jawa, jaringan ritel nasional hidup berdampingan dengan warung Madura. Jika dibuka mungkin akan banyak menyerap lapangan pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran. Tetangga Tanjungpinang, Kabupaten Bintan ada banyak warung jaringan nasional itu. Nampaknya tak merusak pasar warung klontong yang sudah ada. Karena segmen pasar mereka berbeda.

Dari pelbagai sisi, Tanjungpinang ketinggalan dari kota baru yang bernama Batam. Kota ini menyumbang hampir 70 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Kepri.

Tanjungpinang yang dulunya dikenal kota pendidikan, kota budaya, kota seni, kota pariwisata, kota perdagangan antara daerah kini mulai tenggelam kemajuan zaman. Batam mengambil alih peran tersebut tidak perlu waktu lama. Tahun 1997 anak anak Batam melanjutkan SMA di Tanjungpinang, kini Batam menjadi kota pendidikan dengan banyaknya sekolah SMA dan SMK terbaik di Kepri berada di Batam. Termasuk banyaknya perguruan tinggi di sana.

Hidupkan sektor Wisata

Lihat saja contoh kunjungan wisata asing per bulan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau. Kota Batam sepanjang Mei 2025 dikunjungi sebanyak 140.831 kunjungan (79,85 persen).

Kemudian disusul Kabupaten Bintan sebanyak 20.284 kunjungan (11,50 persen), Kabupaten Karimun 9.131 kunjungan (5,18 persen), Kota Tanjungpinang 6.071 kunjungan (3,44 persen) dan kabupaten lainnya sebanyak 49 kunjungan (0,028persen).

Artinya Tanjungpinang benar benar tidak menarik perhatian turis mancanegara yang didominasi oleh Singapura dan Malaysia. Turis tidak senang fasilitas yang ada di Tanjungpinang pinang sehingga mereka tak melirik daerah ini sebagai lokasi destinasi wisata. Bahkan ketika kunjungan di kabupaten Bintan menembus 20 ribu, mereka tidak sampai ke Tanjungpinang. Karena paket wisata hanya sampai di kawasan wisata Lagoi hanya sedikit yang menetes ke Tanjungpinang.

BACA JUGA:  Keseruan Personel Lanud Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang Mainkan Berkesenian Hadrah

Bisa jadi, turis Singapura dan Malaysia yang berusia muda kurang merespon destinasi budaya di Penyengat.

Walaupun pemerintah berupaya mengemas Penyengat jadi lebih menarik. Termasuk rencana membangun tugu bahasa yang dari dulu tidak jadi.

Bahkan dulu Gubernur Ansar Ahmad mau jadikan little Hongkong. Sampai sekarang Hongkong kecil tak terwujud.

Wisatawan ke Kepri ternyata seleranya berbeda. Mereka ingin makan enak, belanja murah, sarana permainan murah, yang tidak mereka dapatkan maksimal di Malaysia dan Singapura.

Dengan kelebihan kurs mata uang, maka mereka merasa hidup bak raja ketika sampai di Batam yang dianggap mereka lebih murah jika dibandingkan membeli di mal-mal di sepanjang Orchard Road Singapura atau di mal sepanjang Bukit Bintang Kuala Lumpur Malaysia.

Jadi, pelajaran paling sederhana ketika kuliah marketing, kita harus tahu selera konsumen. Sehingga kebutuhan mereka kita siapkan untuk disantap wisman yang visit ke Kepri. Jangan menyediakan hal-hal yang tidak diinginkan khalayak ramai tapi hanya segmentasi tertentu yang suka dengan ziarah ziarah situs situs budaya.

Wisman yang didominasi generasi melinial tentu memiliki selera yang berbeda dengan selera generasi tua. Malaysia menyadari orang Indonesia lebih suka ke Malaysia untuk cek kesehatan, berobat dan sekaligus berwisata. Maka mereka menyediakan paket wisata kesehatan yang tersedia di pelbagai negara bagian mulai dari Johor, Malaka, Penang, Kuala Lumpur hingga di Kucing.

Efeknya kunjungan wisman ke Malaysia meledak puluhan juta setahun. Untuk kuartal pertama 2025 sudah menembus 10 juta. Tentu saja mengalahkan kunjungan wisman ke Thailand dan Vietnam hingga Singapura.

Dan warga Indonesia salah satu penyumbang naiknya angka kunjungan turis ke Malaysia bersama turis dari China, India dan Singapura. Thailand merevisi kunjungan wisata per tahun dari 39 juta menjadi 37 juta kunjungan di tahun 2025 akibat tekanan dari Malaysia merebut pasar Thailand.

BACA JUGA:  Pujangga Herrymen

Kepri yang berdampingan dengan Malaysia tidak mampu menembus target tiga juta wisman karena minim promosi dan hal hal baru yang dapat memicu turis beramai ramai ke Kepri. Malaysia menyadari, industri perjalanan dan pariwisata adalah salah satu sektor industri besar di dunia.

Karena dampak pariwisata secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan sosial dan mempromosikan perdamaian. Ratusan jutaan orang di seluruh dunia bergantung pada sektor ini untuk pekerjaan mereka.

Para pemangku kepentingan harus satu tujuan menyukseskan promosi wisata. Efeknya berlipat ganda jika mampu meraih minat wisman.

Semua mendapat manfaat dari bisnis pariwisata. Misalnya bisnis perjalanan dan pariwisata, mulai dari jaringan hotel global, jalur pelayaran dan pelabuhan, bandara, dan maskapai penerbangan yang meraup omzet miliaran dolar setiap tahun, hingga individu yang mengelola penginapan, mengajar kelas memasak, atau memandu tur keliling komunitas local mereka.

Ketika Tanjungpinang seperti kota tua yang redup, maka cara untuk reborn atau bangkit, pemerintah harus mendorong sektor wisata ini bangkit. Pacu bagaimana Tanjungpinang menjadi kota yang menarik dari sisi wisatawan Nusantara dan wisata manca negara.

Dengan demikian, Tanjungpinang akan hidup kembali tidak mati suri seperti saat ini.

Trend pariwisata ke depan yang harus disiapkan Tanjungpinang agar daerah ini ramai dikunjungi turis seperti wisata kesehatan, pelancong milenial, liburan keluarga, liburan petualangan, dan wisata kuliner, dan turis melancong sendiri.

Nah, sekarang dari sekian banyak potensi wisata yang berkembang saat ini mana potensi yang dapat digarap di Tanjungpinang?

Tinggal difokuskan saja agar mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan demikian, perekonomian Tanjungpinang akan kembali membaik tidak lelah lagi. Kita harus bergerak maju sesuai dengan tagline ‘Tanjungpinang Berbenah’. *

Robby Patria, Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang